MAKALAH
PERKEMBANGAN BELAJAR PESERTA DIDIK
(PBPD)
“Perkembangan
sosial anak usia SD”

Disusun
Oleh:
Eta
Aprilia (15129098)
Dosen
Pembimbing : Dra. Sri Amerta, M.Pd.
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
sosiak pada anak-anak Sekolah Dasar mengalami perluasan hubungan, selain dengan
keluarga, mereka juga memulai suatu hubungan atau ikatan baru dengan teman
sebayanya sehingga ruang gerak sosialnya semakin luas. Kemampuan bersosialisasi
pada anak harus terus diasah karena kemampuan bersosialisasi pada anak akan
membuat anak memiliki banyak relasi sehingga anak dapat meniti kesuksesannya.
Banyaknya teman membuat anak tidak mudah stress karena anak dapat lebih leluasa
untuk bercerita. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan kehidupan sosial.
Kemampuan
berhubungan sosial, bekerja dalam kelompok teman sebaya dan belajar menjadi
pribadi yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai
oleh anak siswa sekolah dasar (Hurlock, 1997:10).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud perkembangan sosial?
2. Apa
perilaku sosial anak usia Sekolah Dasar?
3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial anak?
4. Apa pengaruh perkembangan sosial terhadap
tingkah laku?
D. Tujuan Penulisan
Sesuai
dengan rumusan masalah, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui yang dimaksud perkembangan
sosial.
2. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku sosial
anak.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak.
4. Mengetahui pengaruh perkembangan sosial
terhadap tingkah laku.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN
SOSIAL ANAK USIA SD
A. Pengertian Perkembangan Sosial
Samsu
Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132)
menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja
sama.
Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki
kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh
dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann
Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132)
menyatakan bahwa sosialisasi itu
sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian
sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan
efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang
didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.
Dari
kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam
arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh
interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati
yang dimiliki oleh manusia.
B. Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai
konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki
karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk
tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang
nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent”
(ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri).
2. Agresi (agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap
ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau
perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut
mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental
terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap
persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice (merasa ingin menjadi lebih
dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan
baik.
6. Kerja sama (cooperation)
Yaitu
sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun
belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap
“self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah
mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini
berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
“business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu
sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu
dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis,
menjerit atau marah-marah.
9. Simpati (Sympathy)
Yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Sosial Anak
Menurut
Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan sosial manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Faktor Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan oleh
keluarga.
2. Kematangan
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk manpu mempertimbangkan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya.
4. Dari pihak anak itu sendiri,
perilakunya
akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga Keluarga
5. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Pendidikan alam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta
didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
6. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap
saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
Pada
kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih
tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap”
dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
7.
Faktor Lingkungan Luar Keluarga
Pengalaman
sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan
penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan
menurut Hurlock (1978:44) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman sosial
awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
8. Faktor teman sebaya
Makin
bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan
hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya
perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya
kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
9. Keragaman budaya
Bagi
perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental
dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh
budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah
prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang
negatif.
10. Media Massa
Media
massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku
masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat
merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif.
11.
Sekolah
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat
penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan
akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai
anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan
mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan
sikap mereka
Di
sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang
wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas
seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar,
bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada
peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke
dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa
diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang
disiratkan dalam tiap pelajaran.
Faktor
Pendukung perkembangan anak, antara lain :
(1)
Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut,
(2)
Peran aktif orang tua,
(3)
Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak,
(4)
Peran aktif anak,
(5)
Pendidikan orang tua.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap
Tingkah Laku
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya.
Disamping
itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1.
Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri,
tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis
yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
daalm penilaiannya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan
kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego
semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya
sehingga mereka dapat bergaul dengan baik (Sunarto dan Hartono, 2006:133-135).
E. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak SD
Menurut
Hurlock (1978:44) mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial
pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama, persaingan,
kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan,
sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan.
1. Membantu anak untuk belajar bersama dengan
orang lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok,
2. Membantu anak mengembangkan nilai-nilai
sosial lain diluar nilainya, dan
3. Membantu mengembangkan kepribadian yang
mandiri dengan mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan.
Perkembangan
sosial yang di alami anak adalah proses penerimaan social. Berkenan dengan
penerimaan sosial Hurlock (1978:46) mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam
penerimaan kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut:
1. Reward Cost Stage
stage
ini ditandai adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan.
2. Normative Stage
Pada
stage ini ditandai oleh dimilik nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan
sanksi yang diberikan biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3. An Emphatic Stage
Pada
Stage ini di miliknya pengertian, pembagian minat, self disclosure adanya
kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6.
F. Upaya Guru dalam Perkembangan Sosial Anak SD
1. Guru dapat menghadapi anak didiknya secara
tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang ditampilkan anak didiknya itu. Sebagi
contoh : anak berumur 6-12 tahun yang perkembangannya normal menunjukkan
tingkah laku produktif tinggi. Pada periode ini anak ingin berbuat sesuatu yang
menunjukkan hasil, memiliki ide yang banyak, yang ingin ditampilkannya. Oleh
karena itu guru hendaknya memberi kesempatan dan rangsangan agar anak dapat
mengembangkan berbagai keterampilan. Guru/calon guru dapat Guru/calon guru dapat
menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang
ditampilkan anak didiknya itu.
2. Guru dapat memilih dan menentukan tujuan
materi dan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual
anak didik. Siswa sekolah dasar khususnya kelas rendah, sedang dalam tahap
berfikir konkrit permulaan. Oleh karena itu tujuan belajar hendaknya yang
sederhana dan dalam bentuk tingkah laku yang jelas. Demikian pula materi
belajar hendaknya terkait dengan pengalaman anak yang ada disekitarnya. Contoh
: Anak dalam belajar membaca, maka materi belajar hendaknya terdiri dari
kata-kata yang pernah dialami atau dipahami anak melalui pengalaman
lingkungannya.
3. Guru dapat menghadapi anak dengan benar
dalam bentuk tingkah laku yang benar. Guru yang mempelajari psikologi
perkembangan menyadari bahwa anak yang dihadapinya adalah sedang dalam proses
perkembangan. Contoh : Wajarlah anak melakukan kesalahan dalam tingkah laku,
karena kekurang tahuan dan kekurang mampuannya.
4. Guru
dapat terhindar dari pemahaman yang salah tentang anak, khususnya
mengenai keragaman proses perkembangan anak mempengaruhi kemampuannya dalam
belajar. Ada anak yang cepat dan ada anak yang lambat perkembangan
kemampuannya. Sebagai contoh : memperlakukan anak di dalam kelas tidaklah sama,
karena pada prinsipnya akan kita jumpai paling tidak tiga kelompok anak taraf
kemampuan yang berbeda yaitu anak yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan
sosial diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perilaku
sosial anak usia sekolah dasar diantaranya yaitu pembangkangan (negativisme),
agresi (agression), berselisih/bertengkar (quarreling), menggoda (teasing),
persaingan (Rivaly), kerja sama (cooperation), tingkah laku berkuasa (ascendant
behavior), mementingkan diri sendiri (selffishness), dan simpati (Sympathy)
Faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu keluarga, kematangan, status
sosial ekonomi, pendidikan, dan kapasitas mental, emosi, dan intelegensi serta
lingkungan luar keluarga.
B. SARAN
Dari makalah yang telah penulis buat, mungkin terdapat kesalahan dan
kekurangan baik itu dari penulisan atau dari kata-katanya, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca, agar dapat memberikan motivasi atau nasihat guna memperbaiki makalah
ini nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth
B., Alih Bahasa
: Med Meitasari
T dan Muslichah
Z., 2000. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Budiamin,
Amin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Sunarto
dan Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar